Thursday, October 16, 2008

Twilight


“I decided as long as I was going to hell, I might as well do it thoroughly.”

Perempuan mana yang nggak lumer kalo ada cowok ganteng, perkasa, berkulit pualam dan bermata keemasan, bicara seperti ini kepadanya?
Tak terkecuali Bella Swan. Seorang siswi sekolah menengah yang berpenampilan biasa-biasa saja.

Sejak pertama kali Bella melihat Edward Cullen di kantin sekolahnya yang baru di kota Forks, ia sudah sangat tertarik padanya. Ada sesuatu pada sosok Edward yang membuat dia—dan keluarganya—terlihat lebih menonjol dibanding orang lain. Sayangnya, sikap Edward ke Bella pada awal perkenalan mereka sungguh tidak menyenangkan. Entah kenapa, Edward terlihat benci dan jijik sekali sama Bella.

Suatu ketika, Bella dan teman-temannya yang baru piknik ke pantai. Di sana ia ketemu Jacob, anak yang berasal dan bersekolah di pemukiman Indian. Jacob menceritakan bahwa Edward dan keluarganya tidak di terima di daerah pemukiman tersebut, merujuk pada suatu perjanjian yang dibuat oleh nenek moyangnya Jacob. Diceritakan juga dongeng setempat, bahwa keluarga Cullen dipercaya oleh bangsa Indian daerah situ sebagai keluarga vampir. Karena itulah ditetapkan batas-batas daerah.

Penasaran dengan sikap Edward yang jahat padanya, dan cerita yang baru didengarnya dari Jacob, Bella melakukan riset di internet mengenai vampir. Ada beberapa ciri yang menunjukkan bahwa Edward memang vampir, walaupun banyak juga yang tidak cocok.

Bella yang mudah sekali mengalami kecelakaan, beberapa kali diselamatkan Edward. Termasuk menjadikan dirinya sebagai tameng antara Bella dan mobil yang melaju kencang dan slip di jalanan bersalju. Aneka peristiwa heroik itu yang akhirnya membuat Edward dan Bella dekat. Pada suatu kesempatan, dengan takut-takut Bella mengkonfrontasi Edward kesimpulan dia mengenai siapa Edward sebenarnya. Terbukalah kenyataan bahwa Edward dan keluarganya memang keluarga vampir. Dengan tegas Edward mengatakan kepada Bella, bahwa sebaiknya mereka tidak terlalu dekat, karena bisa membahayakan nyawanya, walaupun Edward dan anggota keluarga Cullen lainnya sudah memilih gaya hidup “vegetarian” alias tidak menghisap darah manusia. Mereka mengenyangkan diri dengan menghisap darah binatang. Kesukaan Edward adalah darah singa gunung.

Tapi apa dikata, Bella sudah terlanjur mencintai Edward.

Ada tiga hal yang kuyakini kebenarannya. Pertama, Edward adalah vampir. Kedua, ada sebagian dirinya—dan aku tak tahu seberapa kuat bagian itu—yang haus akan darahku. Dan ketiga, aku jatuh cinta padanya, tanpa syarat, selamanya. (Bella; halaman 209)

Konflik yang disebabkan karena cinta Bella-Edward pun bermunculan. Termasuk bagaimana menjembatani segala kekurangan Bella yang manusia biasa dengan semua kelebihan Edward karena ia vampir. Namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi kadar cinta mereka. Cinta yang begitu kuat sehingga kita yang membaca pun ikut terobsesi.

Tidak diperhitungkan juga oleh mereka, konflik yang datang dari kawanan vampir lain. Tidak semua vampir sebaik keluarga Cullen. James dan Victoria, misalnya, yang secara kebetulan bertemu Bella ketika ia sedang bersama dengan keluarga Cullen. Insting pemburu James sangat kuat, sehingga ia mengacuhkan penjelasan Edward bahwa Bella tidak boleh dimangsa. Timbulah pertentangan antara kedua kawanan itu, disertai dengan kejar-kejaran dan usaha penyelamatan Bella.

Apakah Edward berhasil menyelamatkan Bella? Apakah cinta mereka cukup kuat menghadapi perbedaan besar mereka?

(disebarkan oleh Michelle, Oktober 2008)

1 comments:

Anatasia Noorsaputera said...

This is one of my fav books...
Penulisan dengan sudut pandang Bella berhasil membuat saya jadi ikut terhanyut dalam perasaan Bella...^^

Hidup Twilight !!!

P.S. : Ga sabar mau nonton filmnya.