Gue punya kebiasaan mengumpulkan kutipan-kutipan dari berbagai buku. Udah lupa juga sih sejak kapan kebiasaan ini dimulai. Dan masih berlanjut sampai sekarang. Kadang ada kutipan yang sifatnya laten, sampai sekarang masih suka diselipkan di sela-sela diskusi. Ada juga yang berlalu begitu aja, yang ‘rasa’nya hanya kena sewaktu masih membaca buku bersangkutan, tapi tidak berapa lama setelah bukunya selesai, tamat juga riwayat si kutipan.
Ternyata emang agak tricky juga memilih kutipan itu, tapi lama-lama makin jagolah, memilih mana yang memang bisa memperkaya dan mana yang nggak. Sayangnya, gara-gara tidak terorganisir dan agak sembrono, banyak kutipan gue yang hilang. Karena gue menulis kutipan itu di mana aja, kertas bekas bon, diktat kuliahan, notes punya temen, notes punya sendiri, kadang-kadang di HP. Dan biasanya gue lupa menyalinnya di My Quotation Book (MQB), terus kertasnya terbuang entah ke mana.
Yeah, I know, payah memang. Habis mau gimana lagi, karena dulu itu gue selalu membawa buku ke mana-mana, di mana pun gue bisa baca. Lagi nunggu giliran di dokter gigi, nunggu bus, di warung, di waktu jeda antar kuliah, di rumah sambil tiduran, di mana aja dan dalam kondisi apa pun. Dan ketika menemukan kalimat menarik, pasti ada dorongan untuk menuliskannya, terutama karena zaman itu gue lebih sering meminjam buku daripada membelinya. Daripada kutipan canggih itu hilang begitu saja seiring dengan dikembalikannya si buku pada yang punya, mendingan gue catat dulu gimana pun caranya. Tapi yah, kadang kita hanya bisa berharap, kutipan yangg gue kumpulin teteup aja raib entah ke mana. Sekarang, dengan hidup gue yang sudah agak lebih disiplin (terima kasih pada setengah delapan sampai setengah lima jam kerja dari Senin sampai Jumat), bahkan kutipan-kutipan di kertas mana pun itu udah rutin gue salin di MQB.
Terus kenapa gue suka ngutip? Well, terkadang ketika membaca sesuatu dan tubuh kita menimbulkan reaksi tertentu, ada kemungkinan kalimat yang kita baca memiliki makna yang dalam. Memang pasti subjektif sih, kondisi emosional seseorang pada saat dia membaca pun akan sangat memengaruhi penilaian mengenai apakah kutipan ini memiliki makna mendalam yang universal atau tidak. Bahkan jenis kelamin pun punya andil yang nggak sedikit untuk menentukan pilihan kutipan.
Kadang-kadang gue juga suka mikir, kenapa sih bukan gue aja yang membuat sesuatu lalu dikutip orang lain. Suka iri sama penulis-penulis lama (lamaaaa… banget), karena mereka lebih dahulu hidup dan lebih dahulu mengeluarkan pemikirannya menjadi bentuk tertulis, hehehe… Pernah nggak kamu memikirkan sesuatu yang kamu rasa itu pemikiran kamu yang paling brilian, tapi kemudian kamu menemukan bahwa pemikiran kamu itu sudah ada yang lebih dulu memikirkannya, bahkan sudah dituliskan? Damn, buku yang gue baca itu dicetak tahun 1910!!! Hahaha….
Luckily, pekerjaan gue yang sebagai editor ini membuat gue bisa mengumpulkan lebih banyak kutipan daripada biasanya. Gimana nggak, tiap beres ngedit Harlequin pasti cari kutipan untuk bagian belakang pembatas buku. Belum kutipan-kutipan dari berbagai buku lain. Whoa… buku kutipan gue itu jadi cepat penuh.
Kemarin-kemarin sempet baca proof novel Jodi Picoult berjudul Vanishing Act/Hati yang Hilang. Man, euh… gue mesti bilang apa ya. Gue cinta Paulo Coelho, apalagi Sang Alkemis. Gue juga mengutip dari buku itu, gue lupa apa tepatnya, tapi sesuatu yang bunyinya seperti ini: Ketika kau menginginkan sesuatu, maka seluruh alam raya akan membantumu (ini termasuk kutipan yang kertasnya ilang, =D). Dan itu tuh laten banget, terutama dengan my side job sebagai ‘tong sampah’, itu kalimat juara untuk memotivasi teman-teman gue yang lagi terpuruk. Terus, ketika gue baca Vanishing Act, gue selingkuh, hahaha… Nggak, nggak, bukan selingkuh, gue poliandri! Apa boleh buat, Coelho emang canggih dan akan tetap canggih. Tapi Picoult lagi nempel di hati nih.
Jadi, di Hati yang Hilang, Picoult cerita tentang anak yang hilang, terus yang menarik adalah ketika salah seorang tokohnya menggambarkan dirinya, seorang ibu yang mengandung selama sembilan lalu melahirkan bayinya, dia mengatakan “ketika kau mendapatkannya kau tidak menyadari bahwa sebenarnya kau kehilangan dirinya”. Iya, bayangin deh selama sembilan bulan kamu dan bayimu selalu bersama-sama, ketika kamu mendapatkan bayimu di tanganmu (aka. melahirkan) sebenarnya kamu kehilangan dia karena dia tidak lagi menjadi bagian darimu dan suatu saat dia akan menghadapi dunianya sendiri. Aduh, pusing… tapi begitulah, semoga mengerti maksud gue.
Ibu Picoult ini jago banget deh bikin analogi-analogi keren, dan tersebar di berbagai bagian dalam bukunya. Wittuwwiw… kamu harus baca sendiri, atau kapan-kapan kita bahas buku-bukunya Picoult di sini ya.
Wait… wait… sebagai penutup, gue mau kasih satu kutipan. Ini sebenernya kutipan dari film (yah, lu bisa mendapatkan kutipan dari mana pun, bukan?) tapi masih nyambung banget sama perbukuan, soalnya ini dari film Beatrix Potter. Gini nih: “There’s something delicious about writing the first few words of a story. You can never quite tell where they’ll take you. Mine took me here, where I belong.”
(Disebarkan oleh Rere. November 2008)
Monday, November 17, 2008
I Love to Quote
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
ah rere si toko buku berjalan dan sumber kutipan berjalan
Post a Comment