Lokasi: Depan Plasa Senayan
Hari: Selasa, 30 Desember 2008
Jam: 11.45
Tujuan: Makan siang (Sekalian ketemu Fanny Hartanti, pengarang MetroPop: Four Seasons in Belgium dan C'est La Vie)
Kendaraan: Nyewa Mikrolet 09 dari Palmerah - Plasa Senayan Rp. 30.000,- naik berdelapan dalam suasana akrab dan kekeluargaan.
Tersangka: 4 editor fiksi, 1 manajer promosi, 1 marketing spesialis fiksi, 2 sekretaris redaksi fiksi (satu nggak keliatan karena motret, thanks ya, Michelle)
Mood: Iseng Banget
Tuesday, December 30, 2008
Posted by editor at 8:36 PM 1 comments
Labels: Iseng
I Love You, Edward
*Kisah jatuh cinta massal saya yang kesekian,
kali ini: terhadap Edward Cullen si vampire keren nan kelam*
Wajahnya pucat, kulitnya dingin, giginya putih sempurna menyembunyikan taring beracun yang setajam silet, senyum separo-nya membuat dada berdebar, matanya berwarna topaz dan gaya serta tingkahnya yang campuran antara lelaki pemikir abad klasik dan cowok remaja introvert resah cemas yang misterius serta galau melulu, bikin hati saya deg-degan dan malam-malam, si dia jadi kepikiran. Masuk ke dalam mimpi, dan kalau keinget jadi rindu trus geli sendiri.
Ahahaha. Dari tanda-tanda tersebut di atas, tahulah saya kalau kini saya lagi jatuh cinta temporer sama si dia: Edward. EDWARD CULLEN. Vampir ganteng berusia 190 tahun tapi abadi berusia 17. Vampir yang rambutnya hitam ikal, yang warna matanya bisa berubah-ubah: dari hijau menjadi keemasan, pria pemurung yang jarang senyum dan amat frustrasi dengan kenyataan bahwa dirinya adalah si penghisap haus darah dan perempuan yang dicintainya adalah si penyebar feromon yang beraroma amat ‘menggoda’, dan selalu menerbitkan liur vampirnya yang memang udah dari ‘sono’nya selalu dan senantiasa haus akan cairan merah yang mengalir di pembuluh: darah.
Lelaki misterius memang lebih menarik dari lelaki peramah. Lelaki misterius kayak kado yang belum kebuka isinya, kayak rumah berornamen gothic nan unik namun si pemilik jarang memasukkan tamu ke dalamnya. Kayak sesuatu berusia lama yang kita nggak tahu apa-apa tentangnya. Kayak sejarah yang kita pengen ketahui betul bagaimana asal mula dan perkembangannya, lantas bagaimana ia kini dan nanti ke depannya. Sesuatu yang sedikit diketahui, memang kerap mengundang kepenasaran besar yang memperlebar kolam rasa keingintahuan. Sebuah prosedur hukum alam yang sudah galib.
Ah Edward, Edward…
Sudah jelas, kini saya lagi kesengsem berat sama dia. Dan pastinya, sebagaimana cewek-cewek lain di dunia (tanpa memandang usia) saya yakin saya sudah tergelincir di pinggir kolam cinta maya dan telah jatuh berkubang cinta di dalamnya bersama ribuan bahkan jutaan cewek penggemar lainnya di dunia yang juga merasakan hal yang sama saat melihat Edward Cullen bangkit dari lembar-lembar teks novel Stephenie Meyer dan mewujud dalam gambaran visual yang bergerak dengan amat memesona di layar lebar
Edward bisa membaca pikiran orang dan mendengar bisikan dari pikiran tersebut. Ia yang tercepat di antara keluarga Cullen—meski bukan yang terkuat. Kulitnya menyerupai pualam, pucat sedingin es, dan berkilauan bagai berlian saat diterpa sinar matahari. Saat musim-musim dingin dan berhujan bersijingkat pergi dari Forks—kota dengan skala hujan tertinggi di dunia—Edward dan keluarga Cullen hengkang dari pergaulan. Bilangnya lagi summer vacation, padahal namanya juga vampir ya bo…. Tentu saja ia nggak mau identitasnya diketahui orang. (that’s why he’s so mysterious…)
Keluarga Cullen memang jenis vampir yang berbeda. Mereka vampir vegetarian dan sudah lama melakukan ‘diet ketat’ alias nggak lagi menghisap darah manusia. Carlisle sang kepala keluarga Cullen bahkan berprofesi sebagai dokter di unit gawat darurat sebuah Rumah Sakit di Forks. Di mana setiap hari ia berurusan dan menangani darah, tapi ‘pengalaman’ mengajarkannya untuk tidak mengulang sejarah kelam per-vampir-an yang seolah telah digariskan untuk selalu ‘kalap dan bernafsu’ bila melihat cairan darah segar yang tidak mereka punyai di tubuhnya. Meski tiap hari menghirup ‘aroma makanan’, tapi Carlisle sudah kayak para orang suci yang berpuasa dan senantiasa mampu menahan nafsunya. Hanya saja, itu cuma Carlisle—si kepala keluarga Cullen. Sedang para anggota keluarga? Anak-anak yang diadopsinya?
Apakah pula yang terjadi ketika Bella Swan—gadis dari kota terik Phoenix-Arizona datang ke Forks untuk tinggal dengan Charlie (papanya) dan bersekolah di sekolah yang sama dengan Edward? Salah satu anak adopsi Carlisle Cullen?
Rahasia keluarga Cullen terancam, karena cinta Edward membukakan kejujuran. Pada Bella—gadis manusia biasa yang penasaran karena Edward seolah menyesal telah menyelamatkannya (Bella hampir mati tertabrak mobil di halaman sekolah, andai Edward tidak datang menyelamatkannya dengan kecepatan dan kekuatan luar biasa), Edward bilang, “Bagaimana kalau aku bukan superhero? Bagaimana kalau aku adalah makhluk yang jahat?”.
Sejak kedatangan Bella, hidup Edward memang jadi sesak. Edward berduka karena menahan cinta. Akan apa jadinya bila vampir bercinta dengan manusia? Bagaimana bila si gadis terluka dan darah keluar dari ujung permukaan kulitnya? Akankah Edward menghisapnya? Atau mungkinkah ia akan membiarkan si terkasih tanpa memberikan pertolongan sedikitpun? Dengan cara apa ia akan terus bisa menahan ‘godaan’ untuk tidak mencicip rasa darah Bella yang amat ia inginkan? Takutkah Bella akan Edward?
DILEMA. Sungguh cinta yang terlarang untuk dijalani bukan? Dan di pantai, saat cinta telah menjerat mahluk berbeda klan yang bisa diibaratkan seperti serigala yang jatuh cinta pada domba, Edward pun membuka rahasia keberadaan kaum vampire yang untuk tetap bisa survive dan terus bisa hidup di antara manusia, sebagian dari mereka ternyata telah lama mengakomodir perkembangan jaman: menjalani hidup dengan cara vegetarian, tapi “Ibarat manusia yang selalu makan tofu, ada sesuatu yang tidak terpuaskan,” tandasnya ke Bella dengan wajah murung kelam yang selalu saya sukai itu.
Ya tuhan, gimana saya nggak bisa suka sama dia? Di abad yang begini gemerlap, ada makhluk demikian gelap dengan suasana hati yang selalu murung dan waspada serta was-was tapi juga penuh cinta dan merana. Makhluk ganteng tapi bahaya. Makhluk yang membangkitkan imajinasi dan juga memperdaya pesona. Edward Cullen tuh bagi saya seperti anugerah di masa krisis global, pengalih perhatian yang sangat fantastis di tengah permasalahan peradaban milenium yang demikian sesak dari soal-soal semacam climate change, mencairnya es di kutub utara, korupsi yang membengkak di pemerintahan dunia ketiga, perkara global warming yang terus mengancam lingkungan kita, sampai bangkrutnya bank dunia dan melemahnya bursa saham Wall Street serta gosip kedatangan makhluk asing dari planet luar bumi yang akan datang pada tahun 2012.
EDWARD!
EDWAR CULLEN!!!
For me, you are lover, saviour.
Semua yang didambakan imajinasi
Memenuhi segala fantasi. Ahahahaha.
Edward gelap tapi ‘benderang’. Keren dan compatible dengan zaman tapi terlarang. Berbahaya tapi mengundang. Vampir tapi puasa ngisap darah. Ganas tapi lembut hatinya. Berusia ratusan tahun tapi muda abadi, selamanya bertubuh 17.
Apanya coba yang harus ditakutin kalau ada vampir sekeren Edward muncul begitu saja di hadapan saya? Seperti yang diucapkan Madonna dalam lagunya BEAUTIFUL STRANGER, saya dengan pasti akan mengambil langkah si aku dalam nyanyian tersebut: “kalau aku pintar harusnya aku menghindar, tapi aku tidak, makanya ku terus maju ke depan. Memandang dan menemuimu… wahai kau sang orang asing yang amat memukau…”
Yup. Edward berusaha menghindari Bella saat pertama bertemu. ‘Bau’ Bella benar-benar menggodanya, tubuh Bella benar-benar diinginkannya, namun pikiran Bella… sama sekali tak bisa Edward baca. Seterang siang, ia bisa membaca pikiran orang dan mendengar bisikan yang berbunyi dalam benak, tapi Bella seperti lubang gelap. Sedikitpun, Edward tak bisa tahu apa yang dipikirkan Bella dalam benak. Dan bagi Bella sendiri, penghindaran Edward tak bisa diterimanya. Ia tahu, sebagian hatinya telah amat tertarik pada salah satu anggota keluarga Cullen tersebut. Cullen’s family yang dikenal ‘aneh’ dan eksentrik di sekolahnya, yang tak berteman kecuali dengan anggota keluarga mereka sendiri, tidak makan saat istirahat siang, dan meski baik—bagi sebagian besar anak sekolah di SMA tersebut, anggota keluarga Cullen terasa menguarkan aura yang kerap mengancam dan membuat mereka ketakutan.
Tapi kalau kata saya sih, cuma cewek bodoh yang pergi menjauhi Edward. Keren parah gitu, gila! Alih-alih pergi, saya mah malah akan bertindak seperti Bella: langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ahahaha. Ya iya lah! Pasti cuma cewek bodoh yang lari terbirit begitu tahu siapa sebenarnya cowok keren yang ada di hadapannya: Vampire. Alih-alih ngibrit kabur, Saya kayaknya justru akan langsung menurunkan kerah baju saya dan minta Edward buat menggigitnya. Ketemu vampire di abad milenium kayak geneeeeeeeee?! Pasti cuma manusia yang punya karma masa lalu yang bagus yang bisa mendapatkan anugerah serta kesempatan tersebut. KETEMU SAMA MAKHLUK PRASEJARAH, man! Huhuhuhuhu. Mau, mau, mauuuuuuuuuuu!!!! Saya mau ketemu Edward!!!!
Tulisan ini dikutip dari Akun Facebook Ucu Agustin.
Ucu Agustin adalah cerpenis yang karya-karyanya tersebar di media massa, novelis pemenang penghargaan, sutradara yang memperoleh sejumlah pujian untuk sejumlah karya dokumenternya. Karya-karya yang pernah diterbitkannya antara lain novel Metropop: Being Ing (GPU, 2005) dan kumpulan cerpen Dunia di Kepala Alice (GPU, 2006). Film dokumenter terbaru Ucu Agustin bisa disaksikan dalam film Pertaruhan (2008), yang diputar di Jiffest 2008 dan diputar terbatas di sejumlah layar bioskop di Indonesia.
Posted by editor at 5:14 PM 1 comments
Labels: Pernik
Tuesday, December 23, 2008
Menunggu Hujan THR
Kalo editor lagi bete, payung nganggur diojekin...
Sayang... belum ada produser yang tahu bakat terpendam kami.
Sekalian nich, promosiin diri.
Dari kiri ke kanan: Vera Malakiano, Tanti Lawra Kiehl, Hetih Wimala, Dharmarandah, dan Siska Early.
Posted by editor at 4:45 PM 0 comments
Labels: Iseng
Saturday, December 20, 2008
Pindahan
Saya paling tidak menyukai kegiatan beres-beres. Meja kerja saya berantakan seperti kena hantaman badai. Tapi beberapa minggu ke depan saya harus membereskan meja kerja saya karena GPU akan pindahan gedung ke gedung cantik nan megah tanggal 15 Januari 2009. Sebenarnya pindahnya cuma ke gedung sebelah, tapi tetap saja kan kita tidak bisa melakukan beam ala Star Trek.
Di antara kesibukan berberes, tentu saja kami menemukan harta karun. Ketika menemukan buku-buku yang nyaris terlupakan kami berteriak kegirangan. “Waks, ada Midnight in Garden of Good and Evil nih...” Belum lagi ditambah dengan teman-teman yang membagikan buku-buku lama yang tersimpan di kolong meja atau terlupakan di sudut mana. Ada buku seperti Jonathan Livingston Seagull yang pernah saya baca di perpustakaan SMP dulu. Atau buku-buku besar seperti Gone with the Wind yang mengingatkan saya pada masa SMA ketika pertama kali membaca buku itu dan tak pernah menyangka suatu hari kemudian saya bisa berkenalan dengan penerjemahnya. Atau cetakan lama tahun 1980-an novel-novel Mira W. Yang ketika saya baca waktu SMP-SMA dulu selalu membuat saya bermimpi bisa menjadi bagian dari penerbitan buku semacam ini. Obsesi aneh yang tak pernah bisa dipahami oleh orangtua saya sampai sekarang adalah keinginan saya untuk menjadi bagian dari penerbitan buku.
Kenangan membanjir seiring kesibukan yang kadang bikin rese dan membuat sebagian dari kami memilih jadi pemulung daripada bekerja. Lucunya, kadang buku-buku yang disimpan bertahun-tahun lalu dan dianggap memiliki arti penting tak terkira lama-lama hanya jadi koleksi. Selama bertahun-tahun buku itu dibiarkan tak tersentuh, dan baru pada saat seperti ini kami sadar bahwa “hei, aku baru ingat ada buku itu di sana.” Dan ketika melihat buku tertentu, saya baru ingat, Ah, ini dia buku yang pernah membuatku menangis dan tertawa bersamaan. Tapi setelah tahun berlalu, buku itu hanya jadi koleksi semata, koleksi yang makin lama makin bertambah dan membuat tidak ada cukup ruang lagi untuk menampungnya. Kini sudah tiba saatnya menyerahkan kepemilikan buku tersebut kepada orang lain. Jika tidak, tidak ada ruang yang cukup untuk menampung buku-buku lain yang sudah menunggu kesempatan menyentuh hati kita.
Saya selalu percaya setiap buku pada waktu tertentu memiliki jalannya sendiri untuk masuk ke hati seseorang. Bagaimana sebuah buku yang sama bisa saja menyentuh hati seseorang sedemikian rupa, sementara buku yang sama tidak memiliki kekuatan magis itu terhadap orang lain. Waktu yang tepat juga menjadi unsur penting. Buku yang kita baca sepuluh tahun lalu dan mengguggah kita sedemikan rupa, misalnya, ternyata tidak memiliki efek magis yang sama jika kita baca sekarang.
Sambil mengorek-ngorek harta karun, saya tetap benci beres-beres pindahan ini. Tapi melihatnya melalui sudut lain, memandangi jejak waktu yang bergerak seiring dengan membongkar pernak-pernik buku atau benda-benda lain yang menjadi catatan perjalanan saya bekerja di kantor ini selama hampir sembilan tahun, saya jadi punya semangat baru lagi. Yah, walaupun dalam hati terus berharap bisa berkata, “Scotty, please beam all my things to my new office.”
(Disebarkan oleh Hetih. Desember 2008)
Gambar dari: www.fotosearch.com
Posted by editor at 4:31 AM 3 comments
Labels: Pernik
Sunday, December 14, 2008
Lomba Resensi Online Akhir Tahun 2008
Kalau masih ada buku GPU paling oke yang belum dibuat resensinya, tenang aja, masih ada waktu untuk menguploadnya ke blog atau wesbite karena batas waktu lomba resensi ini sampai 15 Januari 2009.
Oya, maksimal resensinya 3 buku. Biar jurinya nggak keder bacanya.
Kirimkan link dan resensinya via e-mail ke hetih@gramedia.com dan nung@gramedia.com. Atau silakan memasang linknya di komen postingan ini. Biar lebih afdol.
Keputusan juri mutlak dan tidak diadakan surat-menyurat.
(Disebarkan oleh Hetih. Desember 2008)
Posted by editor at 6:18 PM 3 comments
Labels: Lomba Resensi
Friday, December 12, 2008
Sedikit Fakta Tentang Bangsawan & Tips Menjadi Lady ala Historical Romance
Pemeran utamanya kali ini Lillian Bowman, putri OKB (Orang Kaya Baru) dari Amerika dan Marcus, Earl of Westcliff.
Berbeda dengan buku pertama, di sini kita diperkenalkan lebih jauh dengan tata cara dan adat kebangsawanan Inggris.
Sedikit fakta tentang tata cara kebangsawanan Inggris:
- Tidaklah sopan untuk memanggil seseorang dengan nama kecilnya. Bahkan seorang istri pun kalau mau memanggil suaminya di depan umum harus memanggilnya dengan sebutan gelarnya. Misalnya, Annabelle memanggil suaminya dengan Mr. Hunt, bukan Simon. Ibu Marcus memanggil putranya dengan My Lord, bukan dengan nama kecilnya.
- Tidaklah baik bagi seorang wanita lajang untuk menghabiskan waktu berduaan bersama pria tanpa kehadiran pendamping. Reputasi wanita itu bisa tercemar, dan pria bakal enggan menikahinya.
- Secara status, Viscount (anak laki-laki Duke) berada di bawah Earl. Tapi ketika Duke mangkat, dan Viscount mendapat gelar Duke, maka statusnya berada di atas Earl. Makanya Lord St. Vincent sekarang masih berada di bawah Earl of Westcliff. Tapi kalau ayahnya mangkat, Lord St. Vincent akan menjadi Duke, dan Earl of Westcliff akan berada di bawah St. Vincent.
- Hanya duke/duchess yang boleh dipanggil Your Grace. Bangsawan lain hanya boleh dipanggil dengan sebutan Lord/Lady.
- Kalau pasangan Duke disebut Duchess, pasangan Earl disebut Countess. Nah, saat Earl senior mangkat, gelarnya diwariskan kepada anak laki-lakinya. Kalau saat itu si anak laki-laki belum menikah, maka yang menjadi Countess tetaplah ibunya. Tapi ketika sang earl menikah, maka ibunya akan menjadi Dowager Countess, dan istrinyalah yang menjadi Countess. Buat lebih gampangnya, dowager itu istilah keren bangsawan buat “janda”. Dan yang boleh disebut dowager adalah mereka yang almarhum suaminya bergelar, dan pewaris gelar saat ini adalah keturunan langsung almarhum suaminya. Jadi selain buat ibu, dowager bisa juga digunakan untuk ibu tiri, nenek, dan janda pemangku gelar sebelumnya.
Nah, semoga sekarang nggak bingung lagi kalau baca novel Historical Romance ya.
Sebagai penutup, berikut ada tips menjadi lady dari Countess of Westcliff, ibu Marcus. Silakan disimak:
1. Seorang lady tidak pernah membiarkan tulang punggungnya menyentuh sandaran kursi. Dia harus duduk tegak.
2. Saat perkenalan:
- Jika perkenalan terjadi antara dua wanita muda, seorang lady boleh berjabatan tangan.
- Jika perkenalan terjadi antara pria dan wanita, sang lady harus menunggu sampai si pria menghampirinya, lalu membungkukkan badan sedikit, tapi tidak boleh berjabatan tangan.
3. Seorang lady tidak boleh membungkuk kepada pria yang tidak diperkenalkan padanya meskipun ia sudah sering melihat, bertemu, atau bercakap-cakap dengan pria itu. Kalau perkenalan resmi belum terjadi, seorang lady hanya perlu mengangguk singkat. Sekalipun pria itu sudah menolongnya, selama sang lady belum diperkenalkan secara resmi, dia hanya boleh mengangguk dan mengucapkan terima kasih, tanpa membungkukkan badan.
4. Seorang lady tidak boleh meminta menambah anggur saat makan malam. Hanya tamu pria yang boleh minta tambah minum anggur, tamu wanita tidak boleh.
5. Makanan penutup dan kudapan kecil hanya boleh dimakan menggunakan garpu, bukan sendok, dan tidak boleh dibantu pisau.
6. Seorang lady tidak boleh mengungkapkan isi pikirannya sendiri. Sekalipun ditanya, dia hanya boleh mengulang apa yang dikatakan pria.
7. Seorang lady tidak boleh mengumpat. Tidak boleh berbicara, apalagi tertawa dengan suara lantang. Dan jelas tidak boleh membersit hidung keras-keras seperti gajah bersin.
8. Seorang lady tidak boleh berterima kasih pada pelayan. Seperti kata Countess, “Kau tidak perlu berterima kasih kepada pelayan sama seperti kau tidak perlu berterima kasih kepada kuda karena membiarkanmu menungganginya, atau meja karena sudah menampung piring yang diletakkan di atasnya.”
9. Seorang lady tidak boleh menyebut anggota tubuhnya pada lawan jenis. Bilang “perut” pun tabu lho!
10. Seorang lady tidak boleh terlibat akitvitas fisik di luar ruangan seperti memainkan permainan rounders (semacam permainan kasti), apalagi berlari-lari dalam pakaian dalam dengan alasan susah berlari sambil memakai rok!
So, how lady are you? :)
(Disebarkan oleh Dharma. Desember 2008)
Posted by editor at 12:17 AM 4 comments
Labels: Pernik
Tuesday, December 9, 2008
Mau Jadi Penulis? Jadilah Pembaca
Maka kami membahas buku yang ingin dia tulis tersebut, yang adalah buku kumpulan resep. Dalam bayangannya, dia ingin membuat buku hard cover ukuran besar, dan memuat sekitar 100 resep. Tapi dia ingin menujukan buku tersebut bagi ibu-ibu muda yang baru menikah dan belajar masak.
Waduh, saya langsung menebak bahwa sahabat saya ini kurang mengenal target market-nya. Sekarang bayangkan dulu buku hard cover berukuran besar yang luks, isinya 100 resep sehingga tentu cukup tebal. Bayangkan harganya. Saya taksir harganya mungkin sekitar Rp100.000.
Setelahnya bayangkan ibu muda yang baru belajar masak. Buku macam apa yang akan dia beli? Mungkin buku tipis yang bisa dilipat dan dibawa ke dapurnya untuk disandarkan di dinding, tempat dia bisa membaca langkah demi langkah memasak yang harus dia lakukan. Mungkin buku yang spesifik membahas jenis masakan tertentu seperti masakan sayuran, masakan ayam, atau masakan sea food. Dan karena dia ibu muda yang mungkin baru menikah dan mungkin keuangan keluarganya belum stabil, maka saya rasa dia akan memilih membeli buku masak yang range harganya sekitar Rp15.000-30.000.
Sekarang apa hubungannya ilustrasi ini dengan judul posting di atas? Kembali ke pemikiran saya bahwa sahabat saya itu tidak mengenal target market-nya. Menurut saya, setiap pengarang harus mengerti target tulisannya. Pengarang novel remaja mesti mengenal dunia remaja. Pengarang novel percintaan harus kenal dunia ibu-ibu atau perempuan dewasa muda yang banyak membeli jenis novel begitu. Pengarang travel writings harus tahu kesukaan para backpacker. Dan sebagainya.
Sebelum mulai menulis, sebaiknya seorang penulis menempatkan diri atau membayangkan dirinya menjadi pembaca buku yang akan ditulisnya itu. Atau okelah, kalau terlalu lama membayang-bayangkan nanti ide tulisannya lenyap. Jadi, oke, buatlah dulu tulisan itu. Tumpahkanlah dulu semua keluar. Setelahnya, sebelum minta pendapat orang terdekat (bukankah pembaca pertama selalu orang-orang terdekat?), coba bayangkan diri kamu jadi pembacanya. Bukan sebagai diri kamu—kamu harus keluar dari diri kamu, harus jadi orang lain (karena pengarang kadang tidak bisa melihat lubang-lubang pada tulisannya sendiri). Bayangkan diri kamu ada di toko buku dan melihat buku karya kamu itu sudah terbit dan dipajang di rak. Apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan mengambilnya? Membaca sinopsisnya? Atau... melewatinya begitu saja?
Kalau kira-kira yang terjadi yang terakhir, waks! Pahitnya, lebih baik kamu simpan saja naskah itu. Tapi yang lumayan asem saja, yah, kamu jadi bisa melontarkan pertanyaan, kenapa kira-kira naskah itu jadi naskah yang dilewati? Dari situ mungkin kamu bisa memperbaikinya.
Dari sudut pandang pembaca/pembeli buku, kamu bisa mendapat poin-poin penting bagi naskah kamu. Kamu bisa menelaah ulang apakah tema yang kamu angkat dalam tulisan kamu cukup menarik? Apakah pembaca mendapat keuntungan tertentu setelah membaca karya kamu (tambahan pengetahuan atau kepuasan)? Apakah cover yang kamu bayangkan cukup eye-catching untuk bersaing dengan ribuan atau bahkan jutaan buku lain di toko buku? Apakah sinopsis yang kamu rancang bisa menarik perhatian calon pembaca sehingga mau membeli buku kamu? Bahkan sampai ke hal-hal praktis seperti apakah buku ini nanti akan terlalu tebal sehingga pembaca malas mulai membacanya (meskipun Twilight Saga sudah begitu ngetop, salah satu teman tetap malas membacanya karena melihat ketebalannya), apakah kamu bisa minta pada penerbit untuk men-setting ukuran khusus sehingga buku kamu gampang dibawa-bawa oleh pembaca? Atau apakah kamu bisa minta jenis kertas khusus sehingga buku kamu ringan bila dibawa atau harganya bisa lebih murah?
Semua ini akan lebih membantu kamu saat mencipta. Kamu jadi punya bayangan yang utuh akan karya akan akan kamu ciptakan, dalam bahasan ini adalah buku yang kamu karang. Kalau kamu punya gambaran yang utuh, kamu akan lebih semangat mengerjakan naskah kamu, dan naskah kamu juga akan lebih mudah tembus ke penerbit. Jadilah pembaca pertama naskah kamu sendiri, bayangkan kekurangan dan kelebihannya, dan selamat berkarya!
(Disebarkan Oleh Donna)
Posted by editor at 5:53 PM 4 comments
Labels: Tips
Thursday, December 4, 2008
Kalender Raksasa Dengan 365 Jendela
Buku kalender dengan 365 jendela. Setiap hari, satu jendela. Bukan hanya untuk dibaca, buku ini juga bisa digantung di kamar sehingga setiap pagi kamu bisa membuka jendela baru.
Setiap hari ada kejutan baru: gambar dan syair lucu dari Januari sampai Desember. Setiap bulan memiliki tema yang berbeda supaya kita dapat mengungkap rahasia musim-musim sepanjang tahun bersama tokoh-tokoh lucu ciptaan Tony Wolf.
Intip isinya:
(Disebarkan oleh Dini. Desember 2008)
Posted by editor at 8:03 PM 2 comments
Labels: Ulasan
Tuesday, December 2, 2008
Kenapa GPU Menerbitkan Twilight?
Hm, itu pertanyaan yang punya jawaban menarik.
Saya mau buka cerita sedikit nih tentang proses pengambilan keputusan GPU menerbitkan Twilight-Stephenie Meyer. Selama hampir sembilan tahun saya bekerja di GPU, Twilight adalah buku yang setahu saya diambil rights-nya berdasarkan dorongan hati dan emosi. Kenapa? Novel ini diambil rights-nya semata-mata karena editor-editor yang membacanya “jatuh cinta” pada Edward.
Dua editor GPU membacanya pada saat yang nyaris bersamaan, dan belum selesai buku itu dibaca, keduanya langsung memutuskan untuk mengambil hak terjemahan buku ini dengan alasan, “Ya ampunnnn, buku ini keren banget. Nggak tahan gue sama Edward-nya. Aduhhhh.... Romantis bangeeeet.” (yeah, yeah, kami semua jadi lembek seperti tahu dan berubah jadi abege lagi bila membahas Twilight, dan yeah saya salah satu editor itu.)
Setelah buku ini diambil rights-nya, dari editor, buku ini berpindah ke tangan sekretaris dan marketing, dan semuanya kelepek-kelepek kelenger pada kisah cinta Edward dan Bella. Tidak kurang dari tiga bulan sejak buku ini “diributkan” di kantor, sebagian besar perempuan berusia 25-45 tahun di kantor telah membacanya, bahkan pernah menjadi bahan obrolan di rapat redaksi. (Cowok-cowok itu nggak ngerti kenapa cewek-cewek di kantor seperti kalap setiap kali bicara soal Twilight). Mata kami berbinar dan kata-kata seperti, “Uhhh”, “Ahhh” mengiringi penggambaran sosok Edward.
Sewaktu GPU mengambil hak terjemahan novel ini pada pertengahan tahun 2007, Twilight ini merupakan novel yang “tidak dilirik” oleh penerbit-penerbit lain di Indonesia, (untunglah :p). Padahal buku ini sebenarnya bukan buku baru. Twilight pertama kali terbit tahun 2005 dan menjadi fenomenal mulai akhir tahun 2007 ketika jutaan pembaca menanti-nantikan lanjutan buku ketiganya, Eclipse. Gejala ledakan Twilight ini sebenarnya sudah terasa pada Frankfurt Book Fair 2007, walaupun ketika itu tampilan buku fiksi yang meraksasa adalah Golden Compass-nya Philip Pullman. Baru pada awal tahun 2008, serbuan demam Twilight meledak dan menyebar ke seluruh dunia, terutama ketika berita tentang filmnya makin menghebohkan. Dan tidak ketinggalan pula di Indonesia yang terjangkit demam Edward ketika Twilight diterbitkan dalam bahasa Indonesia pada Februari 2008.
Demam novel ini tidak cuma menjangkiti remaja dan dibahas dalam majalah-majalah ABG, berbagai majalah wanita dewasa tidak ketinggalan mengulas habis Twilight ini. Tidak hanya anak-anak ABG yang jadi penggila seri ini, tapi wanita dewasa, ibu-ibu, bahkan Barack Obama juga membacanya.
Kini selama tahun 2008, oplah cetak Twilight sudah hampir mencapai angka 50.000 eksemplar, dan hampir sebulan sekali cetak ulang. New Moon (Dua Cinta) sudah mencapai oplah 35.000 eksemplar. Bahkan cetakan pertama buku ketiganya, Eclipse (Gerhana) langsung dicetak sebanyak 12.000 eksemplar pada cetakan pertamanya untuk memenuhi permintaan toko buku, dan kini sudah memasuki cetakan keempat. Diprediksi pada tahun 2009, Twilight Saga ini masih akan menguasai toko buku Indonesia dengan terbitnya Breaking Dawn. Angka yang lumayan kan, berdasarkan keputusan impulsif yang cewek banget?
(Disebarkan oleh Hetih. Desember 2008)
Posted by editor at 12:03 AM 8 comments
Labels: Pernik