Wednesday, October 22, 2008

Tintin di Tibet


Buku berjudul asli Tintin au Tibet ini terbit pada tahun 1960, merupakan buku ke-20 dalam serial Petualangan Tintin. Kisahnya tentang usaha Tintin menemukan teman lamanya Zhang yang menjadi korban akibat pesawatnya jatuh di Tibet.

Ketika menulis kisah ini, Hergé sedang menghadapi berbagai masalah. Pernikahannya yang sudah berusia dua puluh enam tahun dengan Germaine Kieckens goyah. Ia juga terus-menerus dituntut untuk memproduksi Tintin. Karena itulah ia diganggu mimpi buruk yang sering berisi hal-hal serbaputih.

Inilah yang kemudian muncul dalam Tintin di Tibet: hamparan salju di Himalaya. Kisah ini juga memuat keyakinan Hergé tentang persahabatan, baik antara Tintin dan Zhang, Haddock dan Tintin atau, yang paling menyentuh, antara yeti dan Zhang.

Tintin di Tibet bisa dibilang semacam terapi penyembuhan bagi Hergé, karena ketika ia selesai membuatnya, mimpi-mimpinya yang serbaputih pun menghilang. Ia juga telah bercerai dari Germaine dan memulai hidup baru bersama Fanny Vlaminck, seniman muda yang bekerja di studio Hergé. Hebatnya efek kisah petualangan di Tibet ini membuat Hergé menganggap kisah Tintin ini sebagai favoritnya.

Tadinya Hergé berniat menulis tentang Indian lagi, karena merasa masih banyak yang perlu ditulis tentang suku Indian, meski ia cukup berhasil mengungkapkan banyak eksploitasi yang dialami suku itu dalam Tintin di Amerika. Namun ia lantas memutuskan menulis tentang tempat yang sama sekali baru tapi tetap berhubungan dengan masa lalunya, yaitu teman lamanya: Chang, pematung muda dari China yang belajar di Belgia. Hergé kehilangan kontak dengannya karena kekacauan akibat invasi China ke Jepang, Perang Dunia, dan revolusi komunis. Baru pada tahun 1975 ia berhasil melacak Chang, yang pada tahun 1981 kembali ke Brussels dan akhirnya menetap di Paris.

Dalam kisah yang sangat personal bagi Hergé ini, ia juga menghadirkan dua hal yang diminatinya: indra keenam dan mistik dalam Buddhisme Tibet. Seperti yang kita ketahui, Tintin bermimpi tentang Zhang yang terluka di tengah salju dan meminta pertolongannya. Karena mimpi inilah Tintin berangkat ke Nepal biarpun semua orang bersikap skeptis karena tipis sekali harapan ada korban pesawat jatuh itu yang masih hidup.

Masalah indra keenam ini lantas menyatu dengan mistik ketika salah satu pendeta Buddha di Tibet yang bernama Kilat Terang tahu-tahu melayang dan melihat visi tentang Tintin dan teman-temannya yang dalam bahaya besar karena terkubur salju longsor.

Sedangkan tentang yeti, Hergé bisa dibilang menampilkan fenomena yang melanda masyarakat pada akhir tahun 1950an. Koran-koran dipenuhi laporan tentang munculnya yeti, jejak kaki misterius (seperti yang tampak di cover buku ini), dan berbagai penjelasannya. Hergé menggambarkan yeti sebagai makhluk yang memiliki banyak sifat manusiawi. Yeti merawat Zhang yang terluka dan menyayangi anak itu sehingga ia melolong sedih ketika Zhang dan rombongannya meninggalkan Tibet.

Salah satu hal yang paling mengagumkan dalam buku ini adalah keakuratan Hergé dalam menggambarkan banyak hal di dalamnya. Ini tidaklah mengherankan, karena Hergé menggunakan banyak referensi, misalnya buku-buku karya Alexandra David-Neel, ahli tentang Tibet. Kemah yang didirikan sherpa Tharkey, deskripsi tentang tsampa (makanan Tibet), tugu chorten, chang (bir sangat keras khas Tibet), juga tradisi penyambutan tamu kehormatan berupa pemberian syal sutra, semua itu dibuat Hergé berdasarkan buku-buku David-Neel.

Referensi Hergé yang lain adalah majalah National Geographic. Banyak lanskap dalam panel Tintin di Tibet yang dibuatnya berdasarkan foto-foto di majalah itu. Misalnya gua salju tempat Zhang berlindung dan prosesi para lama, lengkap dengan atribut dan alat musik mereka. Kehebatan Hergé soal lanskap bisa kita lihat pada tiga panel yang secara berurutan menggambarkan satu pemandangan pegunungan sehingga kita bisa membayangkan luasnya.

Akhirnya, Tintin di Tibet bukan hanya merupakan karya yang luar biasa karena latar belakang kehidupan pribadi Hergé ketika menulisnya, tapi juga karena menunjukkan keprihatinan Hergé tentang nasib negeri itu yang diekspansi China pada tahun 1950-an. Pada tahun 2001, Hergé Foundation mendesak penarikan edisi bahasa China buku ini, yang diterbitkan dengan judul Tintin in China's Tibet. Buku ini kemudian diterbitkan kembali dengan terjemahan judul yang benar. Pada 1 Juni 2006, Tintin menjadi tokoh fiktif pertama yang dianugrahi penghargaan Truth of Light oleh Dalai Lama. Edisi bahasa Tibet buku ini diterbitkan Casterman pada tahun 1994.

Sumber:
-Tintin The Complete Companion (Michael Farr)
-Wikipedia

(Disebarkan oleh Dini. Oktober 2008)

1 comments:

selimut said...

jadi kangen pengen baca lagi komik Tintin..