Tuesday, October 14, 2008

Paulo Coelho di Frankfurt Book Fair 2008

Pada zaman serbamodern ini, Internet telah menjadi sarana informasi, berbagi gagasan, dan berpromosi yang luar biasa. Penulis Brazil, Paulo Coelho, juga tidak ketinggalan menggunakan Internet sebagai sarana untuk merangkul lebih banyak pembaca di seluruh dunia. Berikut ini pidatonya dalam pembukaan Frankfurt Book Fair 2008 mengenai peran Internet dalam industri-industri budaya. Bacalah, sebab sungguh menyenangkan mengetahui bahwa Coelho, yang sudah berumur 61 tahun, bisa menguasai dan tidak asing dengan MySpace, blogging, dan Internet. Jadi, tidak ada alasan bagi generasi yang lebih muda untuk tidak mencobanya juga.

PENULIS SEBAGAI BINTANG POP

Beberapa bulan yang lalu saya menonton film Giordano Bruno, kisah seorang “heretic” yang dikutuk Vatican dan dihukum mati dengan dibakar pada tahun 1600 karena keyakinan-keyakinannya. Ada alasannya mengapa saya menyebutkan hal ini: di dalam film tersebut ada bagian di mana Giordano Bruno mengatakan dia baru saja mengunjungi Frankfurt Book Fair untuk bertemu dengan beberapa penerbit karyanya. Dan sekarang, empat abad kemudian, kita semua berada di sini, bukan hanya untuk bertemu para penerbit, tetapi juga untuk membahas tentang berbagai kecenderungan baru.

Antara kunjungan Giordano Bruno pada masa itu dan pagi ini, berbagai media baru untuk berbagi gagasan telah banyak bermunculan. Frankfurt Book Fair yang pertama, misalnya, merupakan hasil dari suatu penemuan baru, yakni mesin cetak jenis movable. Ketika Gutenberg menciptakan mesin ini di Mainz, hanya beberapa kilometer dari sini, para penjual buku setempat terinspirasi untuk menyelenggarakan pameran buku ini. Kita semua tahu, penemuan Gutenberg merupakan langkah besar---barangkali yang paling penting---menuju terciptanya gerakan Renaisans, di mana berbagai gagasan bisa disebarluaskan secara lebih bebas. Berkat proses pencetakan baru ini, berbagai gagasan dapat dibagi dan dunia dapat dibentuk kembali menurut gagasan-gagasan ini.

Berlawanan dengan media-media lainnya, misalnya tarian, atau lukisan, atau teater, di mana si penciptanya perlu hadir secara fisik, buku---dan kelak, media cetak---dengan segera mulai mendominasi cara-cara lain yang sudah ada untuk berbagi gagasan, sebab buku bisa diproduksi dalam skala industri. Buku, sebagai sarana penyampai gagasan, dianggap ideal selama beberapa abad, sampai kemudian monopoli buku mulai tersingkir oleh media lainnya, misalnya radio, bioskop, dan televisi.

Maka, inti bahasan ini adalah tentang berbagi gagasan. Contoh-contoh tadi semuanya menunjuk ke satu hal: bahwa teknologi-teknologi yang bisa berhasil adalah teknologi yang memungkinkan gagasan disebarluaskan dan menyentuh sebanyak mungkin audiensi. Dan selanjutnya, hukum-hukum akan beradaptasi dengan konteks baru ini (bukan sebaliknya!)---konsep hukum copyright berkembang sejalan dengan zaman industri baru ini, di mana biaya-biaya produksi dan distribusi relatif tinggi.

Tetapi selama 10 tahun belakangan ini kita telah melihat kemunculan dan perkembangan Internet, mesin menakjubkan yang menawarkan cara baru untuk berbagi gagasan dan menantang model-model ekonomi lama. Sebagaimana dikatakan Kevin Kelly, editor Wired Magazine, dalam pidato TED-nya pada bulan Desember 2007, mesin baru ini mengumpulkan data yang bisa disetarakan dengan isi Library of Congress setiap dua detiknya.

Tetapi ada perbedaan dengan media-media lain yang datang sebelumnya: Internet tidak melibatkan biaya-biaya produksi dan distribusi. Karena itu, kita melihat terjadinya pergeseran paradigma. Mulai saat ini dan ke depannya nanti, demokratisasi gagasan, yang mula-mulanya dimungkinkan berkat mesin temuan Gutenberg, mulai menyentuh skala yang sama sekali baru. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai memahami bahwa a) mereka bisa menerbitkan apa saja dan memuatnya di Internet untuk dilihat semua orang, dan b) mereka menjadi penyiar diri mereka sendiri, yaitu mereka mempunyai saluran televisi sendiri---misalnya YouTube---atau acara radio mereka sendiri---misalnya BlogTalkRadio. Dengan cara ini, mereka bukan lagi sekadar pennton-penonton pasif atas berbagai transformasi yang terjadi di masyarakat. Mereka ikut ambil bagian dalam prosesnya secara kolektif. Maka, asalkan Anda memiliki sambungan Internet, si makhluk sekarang menjadi si pencipta. Si pengguna menjadi orang yang bukan hanya punya sesuatu untuk diceritakan, tetapi juga bisa berbagi hal-hal yang disukai dan tidak disukainya.

Ada satu elemen penting yang oleh sebagian besar orang tidak disadari: orang-orang saling berbagi apa yang mereka anggap penting secara gratis, dan mereka mengharapkan hal yang sama bisa diterapkan dalam semua sistem komunikasi massa.

Jalur-jalur komunikasi massa yang biasanya, merasa sulit memahami hal ini: “korban” pertama adalah industri musik. Bukannya memahami pentingnya cara baru untuk berbagi, para eksekutif industri musik multinasional justru lebih suka menyewa para pengacara, bukannya menurunkan harga musik. Mereka berhasil menutup Napster pada tahun 2001, serta situs-situs web musik lainnya. Mereka memenangkan pertempurannya, tetapi bukan perangnya. Malahan gerakan ini tidak berhasil mencegah munculnya situs-situs web peer-to-peer yang meneruskan api kebebasan berbagi content. Sekarang coba bayangkan, seandainya mereka tidak mengirim pengacara, melainkan menerapkan gagasan brilian ini: memungut biaya 0.05 sen per lagu? Pada tahun 2000 itu tidak bakal ada yang keberatan, apalagi karena harga tersebut akan jauh lebih murah daripada harga CD biasa. Napster, inovator hebat itu, ditutup pada tahun 2001 dan kelak diambil alih oleh Bertelsmann---tetapi tindakan ini sudah terlambat. Sejak saat itu, situs-situs peer-to-peer bermunculan dan, sampai hari ini, remaja mana pun bisa mengunduh dengan gratis lagu yang mereka inginkan dari situs torrent mana pun yang mereka pilih.

Baru sekarang kita melihat bahwa industri musik mulai belajar dari kesalahan-kesalahannya, dan mulai memperbaiki cara-cara mereka. iTunes, misalnya, sudah memahami keadaan sekarang ini dan mengizinkan para pengguna mengunduh lagu dengan biaya 0.90 sen. Karenanya, iTunes menjadi distributor musik online pertama di dunia. Konsekuensi logis lainnya dari perubahan zaman adalah baru beberapa bulan yang lalu komunitas sosial MySpace menandatangani kerja sama independen dengan Universal Music, Sony BMG, dan Warner Music Group. Mereka menciptakan situs di mana para pengunjung bisa mendengarkan musik streaming dengan gratis, yang dibayar melalui iklan, dan berbagi play list masing-masing dengan teman-teman mereka.

“Korban” Internet yang kedua, tentu saja, adalah industri film---film-film dan serial-serial televisi. Dengan adanya komputer-komputer yang lebih canggih dan bandwidth lebih besar, film-film bisa diunduh, dengan kualitas sangat bagus, ke komputer mana pun dalam beberapa jam saja.

Tetapi industri film juga mulai menemukan cara-cara baru untuk menangani masalah ini. Para produser mengizinkan para pengguna menonton serial-serial televisi di portal-portal bersponsor (misalnya Southpark di situs web Comedy Central). Taktik-taktik lainnya misalkan mengadopsi cara-cara baru mempromosikan film melalui sistem viral marketing (misalnya King Kong atau film Brazil Tropa de Elite) dan menciptakan komunitas-komunitas seputar acara-acara tertentu (misalkan, acara televisi Oprah Winfrey juga mempunyai komunitas di web).

Sebagaimana bisa kita lihat, mulai menghilangnya bentuk-bentuk tradisional musik, serta film (CD, DVD), ditambah lagi dengan sharing instan, memaksa para produser dalam industri-industri ini untuk mencari cara-cara alternatif dalam menciptakan, menjual, dan mempromosikan content mereka.

Selama para produser menolak memberikan tempat bagi golongan yang mereka anggap konsumen pasif---mereka akan kehilangan audiensi.

Lalu bagaimana dengan bisnis penerbitan? Kelihatannya bisnis penerbitan lebih “terlindung” dari kecenderungan-kecenderungan web ini, dibandingkan bisnis musik atau film. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, bisnis penerbitan masih aman sampai sekarang karena, dibandingkan dengan media lainnya, bisnis penerbitan memiliki keuntungan-keuntungan lebih banyak di dalam lingkungan teknologi yang baru ini.

Pertama-tama: biaya-biaya produksi jauh lebih rendah daripada dalam bisnis film atau musik. Kedua, Internet adalah medium yang sangat bergantung pada membaca dan menulis, dan sejak tahun 1990-an kita telah melihat bisnis penerbitan meroket berkat minat yang timbul kembali di masyarakat terhadap bentuk tulisan. Bukan hanya itu, si penulis kembali menjadi katalis terhadap momentum tersebut. Si penulis menjadi bintang pop, sebagaimana halnya para musisi pada tahun 1960-an.

Dan yang lebih penting lagi---kita masih belum melihat buku kehilangan pamornya sebagai sarana penyalur gagasan.

Selama lima belas abad, buku, sebagai suatu bentuk media, telah terbukti belum tertandingi. Memang, e-book perlahan-lahan mulai merebut perhatian, dan mungkin saja suatu saat nanti buku digital akan lebih popular daripada kertas. Tetapi ini masih perlu waktu beberapa tahun lagi, dan memberi kita---para penerbit, penjual buku, dan penulis---momen berharga sebelum dunia Web mulai bergerak.

Tetapi apa yang telah saya lihat sebagai penulis, oleh industri penerbitan ditanggapi dengan terkejut serta kurangnya pemahaman tentang Internet. Bukannya melihat kesempatan untuk menciptakan cara-cara berpromosi yang baru dalam media baru ini, para penerbit justru berfokus pada menciptakan situs-situs mikro yang benar-benar sudah ketinggalan zaman, dan beberapa penerbit mengeluhkan “ketidakberuntungan” industri-industri budaya lainnya, dan menganggap Internet sebagai “musuh”. Barangkali seperti inilah sikap para rahib penyalin terhadap buku-buku cetakan pada abad ke-16.

Namun, berhubung buku sebagai media masih digunakan secara luas, mengapa tidak berbagi keseluruhan isi buku-buku ini secara gratis dalam bentuk digital? Sebab, berlawanan dengan apa yang dikatakan akal sehat kita---dan akal sehat tidak selalu merupakan penasihat yang baik, sebab kalau demikian halnya para penerbit, penjual buku, dan penulis barangkali akan memilih profesi lain yang lebih menguntungkan---semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menerima.

Saya cukup beruntung karena hal ini terjadi pada buku-buku saya di Rusia, pada tahun 1999.
Waktu itu saya mengalami awal yang sangat sulit di sana. Mengingat jarak yang sangat jauh, buku-buku saya tidak bisa didistribusikan dengan baik dan penjualannya sangat rendah. Akan tetapi, dengan munculnya versi bajakan The Alchemist dalam bentuk digital---yang kelak saya masukkan juga di situs web resmi saya---penjualannya langsung meroket secara luar biasa. Pada tahun pertama, penjualan melonjak dari angka 1.000 ke 10.000. Pada tahun kedua menjadi 100.000, dan pada tahun sesudahnya saya berhasil menjual sejuta buku. Sampai hari ini, angka penjualan telah melewati 10 juta buku di teritori ini.

Pengalaman di Rusia ini mendorong saya untuk menciptakan situs The Pirate Coelho. Menurut Wikipedia, ensiklopedia online gratis, kata “pirate” dalam bahasa Inggris asalnya dari kata pirata dalam bahasa Latin, dan akarnya dari kata peira dalam bahasa Yunani, yang berarti “berusaha, mengalami”, secara implisit “menemukan keberuntungan di laut”. Tentu saja kelak arti asal ini mengalami modifikasi oleh berbagai fakta, tetapi kita semua tahu bahwa setidaknya salah satu kekaisaran terbesar di Bumi patut mengucapkan terima kasih kepada para bajak laut mereka---yang kelak mendapatkan gelar “Sir” dan “Knight”.

The Pirate Coelho bertahan di sana selama tiga tahun, diisi oleh para pembaca dari seluruh dunia, dan tak seorang pun di dunia penerbitan memperhatikannya---karena penjualan buku-buku saya terus meningkat. Tetapi, sejak saat saya mengumumkan hal tersebut pada Konferensi Teknologi di awal tahun ini, saya mulai mendengar beberapa komplain. Tapi pada akhirnya penerbit saya di Amerika Serikat, Harper Collins, misalnya, sepenuhnya memahami kemungkinan-kemungkinan yang ada. Jadi, sebulan sekali, selama tahun 2008, saya memuat salah satu buku saya, seutuhnya, untuk dibaca secara online. Dan dengan gembira saya menyatakan bahwa, bukannya penjualan jadi menurun, The Alchemist, salah satu buku pertama yang bisa dibaca online, pada bulan September sudah setahun penuh masuk dalam daftar buku terlaris NY Times.

Ini menjadi bukti nyata tentang momentum bagi industri kita: gunakan Internet untuk berpromosi, dan akan Anda lihat hasilnya dalam dunia nyata. Setidaknya inilah gagasan di balik situs web Pirate Coelho saya. Saya sekadar mengonversi torrent links semua buku saya untuk diunduh. Khalayak bisa memutuskan sendiri, apakah nanti mereka berminat membeli buku fisiknya. Sejauh ini, cara tersebut bukan saja memungkinkan saya berinteraksi lebih langsung dengan para pembaca saya, tetapi juga telah menstimulasi perkembangan beberapa proyek bersama, misalnya The Experimental Witch.

Dalam Proyek The Experimental Witch, saya mengundang para pembaca untuk mengadaptasi buku saya, The Witch of Portobello, ke dalam bentuk film. Pengalaman ini, diluncurkan tahun lalu atas sponsor HP, MySpace, dan Media Groups (Bertelsmann, Burda, Prisma Presse, O Globo), memperoleh umpan balik yang luar biasa. Para pembuat film dari berbagai penjuru dunia mengunggah kreasi-kreasi mereka di MySpaceTV dan ketika para pemenangnya diumumkan bulan Agustus yang lalu… ada 14 film pendek yang dibuat secara profesional dengan kualitas sangat bagus. Selain itu, buku ini menjadi ramai dibicarakan di Internet, sehingga The Witch of Portobello masuk ke daftar buku terlaris NY Times begitu edisi paperback-nya diterbitkan di Amerika Serikat.

Ini menunjukkan bahwa, bahkan di wilayah yang tidak ramah, misalnya film, di mana biaya-biaya produksi sangatlah tinggi, usaha semacam ini masih dimungkinkan. Ini juga menunjukkan pergeseran besar dalam produksi dan distribusi budaya: interaktivitas. Pembaca bukan lagi sekadar pihak yang menerima secara pasif. Mereka memiliki kesempatan untuk berperan lebih aktif---dan memahami bahwa mereka bisa membuat perbedaan.

Tetapi apakah semuanya hanya sampai di sini? Penting juga dipikirkan tentang masa depan buku, tanpa menjadikannya produk material. Dan saya percaya apa yang muncul pada tahap ini adalah suatu elemen penting lainnya---para pembaca harus dilibatkan. Kita semua mempunyai cerita, kita semua saling berbagi gagasan, para penerbit dan penulis selalu menstimulasi perdebatan berbagai gagasan. Jadi, mengapa tidak melakukannya juga di Internet?

Saya meluncurkan blog di mana saya mengirimkan isi berupa multimedia, dan setiap minggunya saya mengundang para pembaca untuk memberikan pendapat dan menyuarakan kisah-kisah mereka. Saya bahkan mengundang mereka untuk hadir di sini, dalam semangat, bersama-sama kita. Misalnya, saya telah meminta mereka mengirimkan foto-foto diri sambil memegang buku karangan saya yang menjadi favorit mereka, supaya bisa saya pamerkan di pesta saya besok. Pada akhir bulan September sudah lebih dari 600 foto saya terima. Berkat Internet, para pembaca dan penulis bisa menjadi lebih dekat lagi.

Akan tetapi masih ada dua masalah yang perlu ditangani: copyright dan bagaimana industri penerbitan bisa terus bertahan. Saya tidak punya solusinya, tapi saat ini kita dihadapkan pada era baru, jadi kita harus beradaptasi, atau mati. Saya di sini bukan untuk berbagi solusi, melainkan untuk berbagi pengalaman saya sebagai penulis. Memang benar, saya mendapatkan penghasilan dari copyright-copyright buku-buku saya, tetapi saat ini bukan itu yang terutama saya pikirkan. Saya harus beradaptasi. Bukan hanya dengan menjalin hubungan lebih langsung dengan para pembaca saya---hal ini tidak terbayang beberapa tahun yang lalu---tetapi juga dengan mengembangkan bahasa baru, berbasis Internet, yang akan menjadi bahasa masa depan: langsung, sederhana, tanpa membuatnya dangkal. Dengan berjalannya waktu, saya akan belajar bagaimana memperoleh kembali uang yang saya investasikan sendirian di dalam komunitas-komunitas sosial saya. Tetapi saat ini saya berinvestasi dalam sesuatu yang akan membuat setiap penulis di dunia ini merasa bersyukur: membuat tulisan-tulisannya dibaca oleh sebanyak mungkin orang.

Internet telah mengajarkan ini pada saya: jangan takut berbagi gagasan. Jangan takut mengajak orang-orang lain menyuarakan gagasan-gagasan mereka. Dan yang lebih penting lagi, jangan menentukan siapa yang pencipta dan siapa yang bukan---sebab kita semua pencipta.

Sebagai ilustrasi atas apa yang disampaikan dalam pidato ini, saya akan memuat keseluruhan teks ini di dalam blog saya---begitu saya selesai berpidato. Webmaster saya tinggal ditelepon saja untuk menerima lampu hijaunya. Pers tradisional tidak dapat meliput selengkapnya apa yang berlangsung di sini, sementara Internet menyediakan kemungkinan untuk berbagi gagasan dengan sesungguhnya, tanpa terikat agenda-agenda dari luar.

Namun ada yang ironis di balik semua ini: Giordano Bruno dijatuhi hukuman karena menyuarakan gagasan-gagasannya. Dalam dunia masa kini: Anda justru akan dihukum kalau tidak menyuarakan gagasan-gagasan Anda.

Terima kasih.

(disebarkan oleh Tanti. Oktober 2008)

0 comments: